Rabu, 05 Desember 2018

APA BEDANYA “WAHI” (الواهي) DAN “DHO’IF” (الضعيف) DALAM ISTILAH AN-NAWAWI?


Oleh : Ustaz Muafa (Mokhamad Rohma Rozikin/M.R.Rozikin)
Ringkasnya, istilah “wahi” bermakna “lemah sekali” sementara “dho’if” bermakna lemah biasa.
Secara bahasa, istilah “wahi” sebenarnya tidak jauh beda dengan istilah “dhoif”. Al-Jauhari menggunakan kedua istilah tersebut dengan makna yang berdekatan. Al-Jauhari berkata,

ووَهى الحائطُ، إذ ضَعُفَ وهمَّ بالسقوط (الصحاح في اللغة (2/ 297،)
Waha al-ha-ith, bermakna (dinding tersebut) dho’ufa (lemah) dan hendak runtuh” (Ash-Shihah di Al-Lughoh, juz 2 hlm 297)
Hanya saja, dalam dunia tahrir mazhab, An-Nawawi menggunakan dua kata tersebut dengan konotasi yang sedikit berbeda. An-Nawawi menggunakan kata “wahi” untuk makna “lemah sekali” sementara kata “dhoif” digunakan untuk makna lemah biasa. Contohnya saat An-Nawawi membandingkan pendapat-pendapat Abu Tsaur dengan sejumlah pendapat Ash-habul wujuh. Dalam Al-Majmu’ An-Nawawi menulis,

وربما كانت أوجههم ضَعِيفَةً بَلْ وَاهِيَةً (المجموع شرح المهذب (1/ 72)
“…Kadang-kadang pendapat mereka lemah, bahkan sangat lemah…” (Al-Majmu’, juz 1 hlm 72)
Oleh karena itulah, saat An-Nawawi mengenalkan istilah “shohih” dan “showab” dalam kitab At-Tahqiq, beliau memakai istilah “wahi” dan “dho’if” untuk membedakan keduanya.
Istilah “shohih” dipakai An-Nawawi untuk menunjukkan hasil tarjih terhadap variasi ikhtilaf ijtihad ulama Asy-Syafi’iyyah mutaqoddimin yang tergolong “ash-habul wujuh” yang mana ikhtilafnya adalah ikhtilaf dhoif”” sementara Istilah “showab” dipakai An-Nawawi untuk menunjukkan hasil tarjih terhadap variasi ikhtilaf ijtihad ulama Asy-Syafi’iyyah mutaqoddimin yang tergolong “ash-habul wujuh” yang mana ikhtilafnya adalah ikhtilaf wahi”.
Dengan demikian istilah “shohih” menunjukkan ikhtilafnya lemah “biasa” sementara istilah “showab” menunjukkan ikhtilafnya sangat lemah. An-Nawawi berkata,

وإن ضعف وتماسك قلت الصحيح وإن وهى قلت الصواب
“Kalau ikhtilafnya “dhoif” (agak) kokoh, maka saya mengatakan “Shohih”. Kalau ikhtilafnya “wahi” (lemah sekali), maka saya mengatakan “showab” (At-tahqiq, hlm 30)
Contoh penggunaan istilah showab dalam kitab At-Tahqiq adalah seperti yang ditulis An-Nawawi pada saat membahas hukum menyentuh sampul mushaf. An-Nawawi menulis,

يحرم بالحدث كل صلاة وسجود وطواف وحمل مصحف ومس ورقه وكذا جلده على الصواب
“Jika berhadas, maka haram semua (macam) salat, sujud, thowaf, membawa mushaf, dan menyentuh kertasnya, demikian pula menyentuh kulit (sampul)nya ‘ala ash-showab” (At-Tahqiq hlm 81)
Dalam pernyataan di atas, ketika An-Nawawi mengatakan bahwa menyentuh sampul kulit mushaf itu hukumnya haram bagi orang yang berhadas, beliau memberi keterangan “ala ash-showab”. Artinya, dikalangan “ash-habul wujuh” ada ikhtilaf apakah hukumnya haram ataukah tidak haram. Hanya saja ikhtilaf ini sangat lemah, dan pendapat mu’tamad yang lebih sesuai dengan kaidah-kaidah ushul fikih Asy-Syafi’i adalah mengharamkan menyentuh sampul mushaf sebagaimana haramnya menyentuh kertasnya.

رحم الله النووي رحمة واسعة
اللهم اجعلنا من محبي العلماء الصالحين