Kamis, 18 Maret 2010

AGAR SHOLAT DITERIMA

Sesungguhnya di antara sifat seorang mukmin adalah senantiasa merasa khawatir kalau-kalau amalan baiknya tidak diterima oleh Alloh – ta’ala. Alloh berfirman,
وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوا وَّقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَىٰ رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ (*) أُولٰئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ

“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Robb mereka. Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.” (al-Mu’minun: 60-61)

Tentang ayat ini, Aisyah – rodhiyallohu ‘anha – pernah bertanya kepada Nabi – shollallohu ‘alaihi wa sallam – apakah mereka (yang dimaksud dalam ayat ini) adalah orang yang minum khomer dan mencuri? Lalu Nabi – shollallohu ‘alaihi wa sallam – menjelaskan dengan sabdanya,

لاَ يَا بِنْتَ الصِّدِّيقِ وَلَكِنَّهُمْ الَّذِينَ يَصُومُونَ وَيُصَلُّونَ وَيَتَصَدَّقُونَ وَهُمْ يَخَافُونَ أَنْ لاَ يُقْبَلَ مِنْهُمْ أُولَئِكَ الَّذِينَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ

“Bukan wahai putri ash-Shiddiq, akan tetapi mereka adalah orang yang berpuasa, sholat, bersedekah, sedangkan mereka merasa khawatir (amalan) dari mereka tidak diterima. Merekalah orang-orang yang bersegera kepada kebaikan.” [Riwayat at-Tirmidzi dll, lihat ash-Shohihah 162]

Dan amalan paling penting yang harus dikhawatirkan tidak diterima adalah sholat. Karena sholat adalah kewajiban paling besar setelah kewajiban bersyahadat. Rosululloh – shollallohu ‘alaihi wa sallam – telah memberikan penjelasan kepada kita, bahwa pahala sholat yang dilakukan hamba berbeda-beda antara yang satu dengan yang lain. Beliau – shollallohu ‘alaihi wa sallam – bersabda,

إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْصَرِفُ وَمَا كُتِبَ لَهُ إِلاَّ عُشْرُ صَلَاتِهِ تُسْعُهَا ثُمْنُهَا سُبْعُهَا سُدْسُهَا خُمْسُهَا رُبْعُهَا ثُلُثُهَا نِصْفُهَا

“Sesungguhnya seseorang benar-benar selesai (dari sholat) namun tidak dituliskan (pahala) baginya melainkan hanya sepersepuluh dari sholatnya, sepersembilannya, seperdelapannya, sepertujuhnya, seperenamnya, seperlimanya, seperempatnya, sepertiganya, atau setengahnya.” [Hadits shohih riwayat Abu Daud dalam kitab ash-Sholat bab Maa Jaa`a fi Nuqshonish Sholat, lihat Ashl shifat sholat Nabi 1/15]

Bahkan bisa saja seseorang melakukan sholat selama berpuluh-puluh tahun, akan tetapi sholatnya tidak diterima oleh Alloh – ta’ala -. Rosululloh – shollallohu ‘alaihi wa sallam – bersabda,

إِنَّ الرَّجُلَ لَيُصَلِّي سِتِّينَ سَنَةً وَمَا تُقْبَلُ لَهُ صَلاَةٌ وَلَعَلَّهُ يُتِمُّ الرُّكُوعَ وَلاَ يُتِمُّ السُّجُودَ وَيُتِمُّ السُّجُودَ وَلاَ يُتِمُّ الرُّكُوعَ

“Sesungguhnya (ada) seseorang sholat selama enam puluh tahun, namun tidak ada satu sholat pun yang diterima. Barangkali orang itu menyempurnakan ruku’ tapi tidak menyempurnakan sujud. Atau menyempurnakan sujud, namun tidak menyempurnakan ruku’nya.” [Hadits hasan riwayat al-Ashbahani dalam at-Targhib, lihat ash-Shohihah no. 2535]

Dari sini, hendaknya kita benar-benar memperhatikan amalan sholat kita agar bisa diterima oleh Alloh – subhanahu wa ta’ala -. Untuk itu, tentunya kita harus mengetahui syarat apa saja agar sholat kita – dan amal ibadah kita secara umum – bisa diterima di sisi Alloh.

Syarat diterimanya amal

Alloh – ta’ala – berfirman,

بَلَىٰ مَنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَلَهُ أَجْرُهُ عِندَ رَبِّهِ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

“(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Alloh, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Robbnya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (al-Baqoroh: 112)

Menafsirkan ayat di atas, Ibnu Katsir – rohimahulloh – menukil perkataan Sa’id bin Jubair – rohimahulloh –, “(Makna firman Allah), “Bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Alloh” yakni mengikhlaskan agama (amal)nya, “sedang ia berbuat kebajikan” yaitu meneladani Rosululloh – shollallohu ‘alaihi wa sallam – dalam amalan itu. Karena amalan yang diterima itu memiliki dua syarat;
Pertama amalan itu murni hanya untuk Alloh semata,
Dan syarat kedua, amalan itu benar sesuai dengan syariat.
Maka jika suatu amalan itu murni (ikhlas untuk Alloh) namun tidak benar, amalan itu tidak akan diterima. Oleh karena itu Rosululloh – shollallohu ‘alaihi wa sallam – bersabda, “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dari kami, maka ia tertolak.” diriwayatkan oleh Muslim dari haditsnya Aisyah dari beliau – shollallohu ‘alaihi wa sallam -.” [Tafsir Ibnu Katsir, surat al-Baqoroh: 112]

Dan demikianlah halnya dengan sholat, tidak akan diterima oleh Alloh kecuali jika sholat itu dilakukan dengan ikhlas hanya karena Alloh, mengharap pahalanya, bukan karena ikut-ikutan, bukan karena mencari kesehatan badan atau niatan-niatan lain, tetapi hanya karena Alloh, melaksanakan perintah-Nya dengan harapan mendapat pahalanya. Dalam suatu hadits, Rosululloh – shollallohu ‘alaihi wa sallam – menjelaskan akan gugurnya dosa bagi orang yang sholat dengan ikhlas.

Dari Abu Dzar – rodhiyallohu ‘anhu – bahwa Nabi – shollallohu ‘alaihi wa sallam – pernah keluar di waktu musim dingin ketika daun berguguran. Lalu beliau memegangi ranting pohon. Lalu mulailah daun (pada ranting) itu berguguran. Beliau bersabda, “Wahai Abu Dzar!” Aku (Abu Dzar) berkata, “Aku menyambutmu wahai Rosululloh.” Beliau bersabda,

إِنَّ الْعَبْدَ الْمُسْلِمَ لَيُصَلِّي الصَّلاَةَ يُرِيدُ بِهَا وَجْهَ اللهِ فَتَهَافَتَ عَنْهُ ذُنُوبُهُ كَمَا تَهَافَتَ هَذَا الوَرقُ عَنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ

“Sesungguhnya seorang hamba muslim, benar-benar melakukan sholat dengan mengharapakan wajah Alloh karena sholat itu, sehingga akan berguguran darinya dosa-dosanya sebagaimana daun ini berguguran dari pohon ini.” [Hadits hasan lighoirihi, riwayat Ahmad, lihat Shohih at-Targhib wat Tarhib no. 384]

Adapun tentang syarat kedua (kesesuaian dengan tuntunan Nabi – shollallohu ‘alaihi wa sallam), maka beliau – shollallohu ‘alaihi wa sallam – telah memerintahkan kita dengan tegas agar sholat sebagaimana tata cara sholat beliau – shollallohu ‘alaihi wa sallam -. Beliau bersabda,

وَصَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي

“Dan sholatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku sholat.” [Riwayat al-Bukhori]

Dan Nabi – shollallohu ‘alaihi wa sallam – memberikan kabar gembira bagi siapa saja yang melaksanakan sholatnya dengan benar sesuai dengan tuntunan beliau, bahwa dia mendapatkan janji dari Alloh akan dimasukkan ke dalam surga. Beliau bersabda,

خمس صلوات افترضهن الله عزَّ وجلَّ ، من أحسن وضوءهن ، وصلاهن لوقتهن ، وأتم ركوعهن وسجودهن وخشوعهن ؛ كان له على الله عهد أن يغفر له ، ومن لم يفعل ؛ فليس له على الله عهدٌ ، إن شاء ؛ غفر له ، وإن شاء ؛ عذبه

“Lima sholat yang telah Alloh – ‘azza wa jalla – wajibkan; barangsiap memperbagus wudhu untuk sholat itu, melaksanakan sholat pada waktunya, menyempurnakan ruku’, sujud dan kekhusyu’annya, maka dia mendapatkan janji dari Alloh bahwa Dia akan mengampuninya. Namun barangsiapa tidak melakukan itu, maka dia tidak memiliki janji dari Alloh. Jika Alloh berkehendak, Dia akan mengampuni. Dan jika berkehendak, Dia akan menyiksanya.” [Hadits shohih riwayat Abu Daud, lihat Ashl Shifat Sholat Nabi 1/14]

Penghalang pahala sholat

Terkadang, sholat yang dilakukan seorang hamba telah memenuhi standar keabsahan sholat sehingga kewajiban sholatnya telah gugur dan tidak perlu ada pengulangan, namun di sisi lain ada penghalang yang menghalangi diterimanya sholat itu sehingga pahala sholat yang dilakukan pun tidak diberikan. Penghalang-penghalang seperti ini juga perlu kita waspadai agar sholat yang kita lakukan tidak sia-sia belaka, meskipun sah menurut hukum fikih.

Di antara penghalang diberikannya pahala sholat adalah apa yang telah disebutkan dalam hadits berikut.

مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً

“Barangsiapa mendatangi tukang ramal, lalu dia bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka sholatnya tidak diterima selama empat puluh hari.” [Hadits riwayat Muslim]

Juga dalam hadits berikut,

مَنْ شَرِبَ الْخَمْرَ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ صَبَاحًا فَإِنْ تَابَ تَابَ اللهُ عَلَيْهِ فَإِنْ عَادَ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ صَبَاحًا فَإِنْ تَابَ تَابَ اللهُ عَلَيْهِ فَإِنْ عَادَ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ صَبَاحًا فَإِنْ تَابَ تَابَ اللهُ عَلَيْهِ فَإِنْ عَادَ فيِ الرَّابِعَةِ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ صَبَاحًا فَإِنْ تَابَ لَمْ يَتُبِ اللهُ عَلَيْهِ وَغَضِبَ اللهُ عَلَيْهِ وَسَقَاهُ مِنْ نَهْرِ الْخَبَالِ

“Barangsiapa minum khomer, niscaya tidak akan diterima sholatnya selama empat puluh hari. Jika dia bertaubat, maka Alloh menerima taubatnya. Jika dia kembali, tidak akan diterima sholatnya selama empat puluh hari. Jika dia bertaubat, maka Alloh menerima taubatnya. Jika dia kembali, tidak akan diterima sholatnya selama empat puluh hari. Jika dia bertaubat, maka Alloh menerima taubatnya. Jika dia kembali untuk yang keempat kalinya, tidak akan diterima sholatnya selama empat puluh hari. Jika dia bertaubat, maka Alloh tidak akan menerima taubatnya dan Alloh murka kepadanya dan akan memberinya minum dari sungai khobal (cairan nanah penghuni neraka).” [Hadits shohih lighoirihi, riwayat at-Tirmidzi dan al-Hakim. Lihat Shohih at-Targhib wat Tarhib no. 2383]

Inilah, semoga tulisan ini bisa menggugah perhatian kita untuk kembali melihat bagaimana kualitas sholat yang kita lakukan, baik dari sisi niatnya, tata caranya maupun dari segi kekhusyu’annya.
Wallohu a’lam

Sukoharjo, 25 Dzulqo’dah 1430 H

alBamalanjy

Tidak ada komentar:

Posting Komentar